Wednesday, July 5, 2017

Catatan hidup #3 Ini Cerita di Awal Kehidupan Kita



Wuhuuu...

Mari kita mulai dari sisi positifnya dulu. Kurang dari satu tahun berkarir, saat ini posisi pimpinan cabang sudah di tangan. Lumayan express bukan? Mari sejenak kita bersimpuh menyukuri nasib baik yang mungkin tidak semua orang bisa memilikinya. Ada rasa bangga, dan ada juga rasa tertantang.
Tapi...

Terselip rasa takut dibalik kebanggaan dan kebahagiaan itu. Bagaimanapun juga, menjadi pimpinan di usia yang masih terbilang muda tentu saja tidak semudah yang kita bayangkan. Kondisi emosional yang masih belum stabil menjadi salah satu hambatan terbesar.

Kadang, timbul keraguan dalam hati nurani. Muncul pertanyaan pada diri sendiri; apakah kejadian seperti ini yang disebut orang dengan istilah karbitan?

Seperti yang telah saya ulas di awal artikel ini, karir saya di Mega Finance bahkan belum genap mencapai satu tahun. Masuk kerja pada akhir Juli 2016, dan ditugaskan sebagai kakios pada awal Juni 2017.

Sebagai lulusan ODP di perusahaan ini, kami memang digarap untuk melangkah cepat. Pendidikan kami dirancang untuk selesai dalam 3 Minggu in class training, ditambah 7-12 bulan on the job training. Saya termasuk salah satu yang apes, karena harus menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang lebih lama jika dibandingkan teman-teman seperjuangan. However, tetep masih terlalu singkat rasanya untuk menguasai segala macam hal terkait operasional perusahan dalam periode

Sekitar 2-3 orang dalam setiap angkatan biasanya berhasil merebut posisi kepala cabang (kios, istilah perusahaan untuk cabang yang masih kecil-red) dan setingkatnya. Sialnya, terkadang juga terdapat sekitar 1-2 orang lainnya yang dinyatakan gagal sehingga tidak bisa melanjutkan karirnya di perusahaan ini. Intinya ya ga boleh main-main juga selama masa pendidikan, meskipun status kita masih trainee, masih belajar.


Memimpin

Kepemimpinan. Salah satu kata yang sangat familiar dikumandangkan di berbagai seminar motivasi. Mudah diucapkan, tapi sulit dimaknai. Bagaimana sih cara yang tepat untuk memimpin sekelompok manusia dengan pola pikir yang beragam?

Memimpin segelintir remaja memang bukanlah hal yang baru bagi saya. Dulu di kampus, saya pernah memimpin beberapa acara, kepanitiaan dan organisasi penting. Ya, lumayanlah buat latihan mengasah kemampuan interpersonal. Namun tetap saja, diberi kesempatan memimpin dalam 'dunia yang sebenernya' cukup membuat saya deg deg serrr. Terlebih lagi, kali ini orang-orang yang saya pimpin bisa saja memiliki usia dan pengalaman yang jauh melebihi saya sendiri. Meeeeh!

Di titik ini saya mulai merasakan gregetnya kehidupan. Mulai ada masalah, mulai ada konflik. Memang, konflik bukanlah kejadian yang langka dalam kehidupan manusia, bahkan sejak remaja mungkin kita sudah dihadapkan dengan konflik. Tapi ya... yang sekarang ini lebih serius dikit gitu. Bukan lagi masalah-masalah sepele. Kali ini bisa saja menyangkut perut anak-bini sendiri maupun anak-bini orang lain.

Membangun semangat tim itu tidak mudah, apalagi jika membangun semangat diri sendiri saja tak mampu. Ya, jujur saja, saya tidak terlalu tertarik berkarir di jalur ini. Ada keraguan di hati tentang halal dan haramnya bisnis yang digeluti oleh perusahaan tempat saya mengais pundi-pundi rupiah ini.

Apakah saya bisa menaklukkannya? Who knows. Tulisan ini insyallah akan saya update seiring perkembangan waktu, agar menjadi catatan hidup yang menarik dibaca di usia senja nanti. Semoga saya ga males nulis.


Pergolakan bathin

Di satu sisi saya sangat ingin bertahan, menaklukkan semua rintangan yang menghadang, belajar menjadi pimpinan yang baik dan bisa diandalkan. Saya yakin saya bisa. Tapi permasalahannya, saya tidak menikmati ini semua. Bathin saya sudah terlalu lama menolak untuk bekerja pada bisnis yang dilarang agama saya ini. Meskipun saya bukanlah seorang muslim yang taat, tetap saja hal ini mengganggu saya.



Berkali-kali ketidaknyamanan tersebut membuat saya berpaling. Tes sana-sini untuk mendapatkan pekerjaan lain yang bisa menggantikan pekerjaan saat ini. Tapi hasilnya? Nihil. Entah itu gagal karena kurang persiapan, maupun gagal karena tidak sempat mengikuti tes selanjutnya, selalu ada saja penghalang untuk berpindah ke tempat lain yang lebih bisa mendamaikan hati, menenangkan jiwa.

Dulu sih enak-enak saja. Izin tes kesana kemari juga ngga masalah, toh ada kolega yang siap mem-back up ketika kita butuh bantuan. Sekarang? Ga perlu izin lagi sih, saya punya banyak kesempatan untuk meninggalkan kantor tanpa dikepoin oleh siapapun. Masalahnya, beberapa akses dan wewenang tertentu hanya dipegang oleh saya sendiri, sehingga ketidakhadiran saya dalam ruang kerja bisa saja menghambat jalannya rangkaian pekerjaan keseluruhan tim. I'm alone, in this position.

Sebenernya bisa aja, kalau mau ngakalin. Saya bisa share ID & password yang saya miliki, saya bisa percayakan kendali ke tangan kanan saya di kantor, atau saya bisa kontrol via telpon dan chat bila diperlukan. Tapi apakah seperti itu pimpinan yang baik? Menurut saya tidak. Menjadi pemimpin bukan hanya soal kecerdasan intelektual, integritas memegang peranan penting disini. Ada amanah yang suatu saat nanti akan dipertanggungjawabkan, entah di dunia ataupun di akhirat. Ceilee..

Hidup: tentang pilihan dan keputusan (update)

Inilah keputusan yang saya ambil, entah itu benar atau salah. Yang penting saya bahagia. Inilah tindakan yang saya rasa jantan. Menyerahkan jabatan ini ke orang yang bisa bertanggungjawab penuh dan fokus pada kinerjanya di perusahaan ini, bukan seperti saya yang selalu sibuk hilir mudik mencari pekerjaan pengganti.

Resign? Ya. Itulah keputusan berat yang pada akhirnya saya ambil. Walaupun masa depan karir saya sepertinya terlihat cukup terang di perusahaan ini, saya rasa sudah cukup dulu pembelajaran hidupnya disini. Paling tidak, saya keluar dengan kondisi yang lumayan baik. Target tercapai, dari sisi OD rate tembus level 2, Roll-down Alpha pun mampu ditekan hingga ke level terbaik dalam 12 bulan terakhir. Meskipun jualan jeblok, tapi ya alhamdulillah lah, hahhaha.


Meskipun baru memimpin cabang Pekanbaru Electronic dalam periode yang terbilang singkat, bagi saya jelas terasa bahwa saya tidak mencintai pekerjaan ini. Maka dari itu, saya putuskan bahwa closing Agustus ini adalah closing terakhir saya di perusahaan tercinta ini. Efektif per tanggal 5 September, saya tidak akan lagi berstatus sebagai karyawan Mega Finance.

Rencananya sih pembahasan mendetail tentang hal-hal yang membuat saya memutuskan untuk hengkang akan saya ulas lagi di satu artikel khusus. Rencananya sih gitu, semoga tidak hanya tinggal rencana. Hihihi.

Apapun dampak keputusan ini di kemudian hari, harus saya hadapi. Mulai dari cemooh orang-orang yang menganggap saya ga tahan banting, hujatan orang-orang yang merasa tindakan saya bodoh karena telah membuang karir yang sudah di depan mata, dan blablabla lain yang mungkin sebaiknya tak pernah sampai ke telinga saya. Hihihi.

Siapapun yang membaca tulisan ini. Doakan semuanya berjalan lancar ya. Semoga niat saya untuk berhijrah mencari rezeki yang lebih halal dapat dilancarkan oleh yang maha kuasa.





EmoticonEmoticon