Saturday, March 21, 2020

Catatan Hidup #7 Lockdown


Hari ini adalah hari ke-empat sejak Perdana Menteri Malaysia memutuskan untuk melakukan partial lockdown demi mengurangi peluang penyebaran virus Corona (SARS-CoV-2) yang semakin hari kian mengganas.

Jadwalnya sih 18-31 Maret ya, tapi tidak ada satupun dari kita yang mengetahui akankah upaya pencegahan penyebaran wabah ini akan berakhir sesuai jadwal, atau malah molor. Bisa saja fenomena lockdown ini akan diperpanjang jika kondisi tidak kunjung membaik.

Serem juga ternyata, menyaksikan Kuala Lumpur yang biasanya ramai dengan segala hiruk-pikuknya tiba-tiba menjadi sunyi senyap tanpa kehidupan. Jalanan sepi, semua tempat yang biasanya mengundang keramaian dilarang beroperasi, dan segala aktivitas yang dianggap tidak penting dilarang untuk dilakukan, tidak terkecuali kegiatan keagamaan seperti solat jumat dan sejenisnya. However, keluar rumah masih diizinkan jika tujuannya mendesak seperti berbelanja kebutuhan dasar, berobat, dan lain-lain. Belum masuk ke tahap total lockdown deh pokoknya.


Karena bukan termasuk kantor yang bergerak di industri krusial seperti perbankan, telekomunikasi, dan pelayanan publik lainnya, kantor saya terpaksa harus tutup dalam periode lock down ini. Sebagian karyawan diizinkan untuk tidak bekerja, dan sebagian lainnya diharuskan untuk bekerja dari rumah (work from home). Sialnya, saya termasuk karyawan yang kebagian untuk work from home. Duh!

Rabu, Kamis, dan Jumat berlalu, ternyata perusahaan saya belum sesiap itu untuk menghadapi peristiwa ini. Tiga hari ini kami gagal untuk masuk ke dalam jaringan perusahaan sehingga tidak dapat melaksanakan tugas yang seharusnya kami kerjakan. Ada enaknya sih, tapi ya ampun! Bosan sekali! Ternyata memang berdiam diri di rumah itu enaknya cuma di Sabtu dan Minggu setelah lelah bekerja dari Senin hingga Jumat. Jika liburnya kepanjangan dan ngga boleh kemana-mana, tiga hari saja ternyata sudah bikin bete.

Tetiba terlintas di benak saya, jika partial lock down saja sudah begini menyiksa, alangkah malangnya teman-teman kita di negara lain yang harus melalui lock down yang sesungguhnya, dimana semua aktivitas benar-benar dihentikan secara totaol. Negara-negara yang terjangkit parah seperti China dan Italia tentu saja mengawal pergerakan rakyatnya dengan lebih ketat lagi dibandingkan dengan disini. Betapa tersiksanya batin mereka yang terbiasa berkumpul dan bersenda gurau bersama kolega dan teman, sekarang harus berdiam diri di rumah masing-masing dengan relasi seadanya. Saya saja yang notabenenya seorang introvert garis keras masih merasa 'pengurungan' ini cukup mengganggu, apalagi mereka yang bukan introvert ya.

Tapi memang, lock down ini sudah semestinya dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Pasalnya kemaren (20/3) jumlah kasus positif corona di negara ini sudah menembus angka 1000 kasus. Kenaikan yang cukup drastis dibandingkan satu minggu lalu (13/3) dimana jumlah kasus positif corona hanya sekitar 200 kasus. Buset ya!

Saya yang di bulan Januari masih termasuk kedalam golongan orang yang cuek bebek terhadap isu corona ini, secara perlahan, mulai takut. Hehe.

Teror yang berbeda

Jika dipikir-pikir, ini kali pertama dalam 26 tahun kehidupan saya dimana sebuah teror yang tak terlihat secara masif menghantui seluruh manusia di permukaan bumi. Pengalaman ini tentu saja berbeda rasanya dengan apa yang saya alami di tahun 2009 ketika sebuah gempa dahsyat melanda kota Padang, lengkap dengan isu tsunami menyertainya.

Gedung-gedung luluh lantak dan korban jiwa berjatuhan. Tentu saja semua orang panik dan dilanda ketakutan,  but... that's all! Kita tahu cobaan ini akan segera berakhir dan semua orang dari berbagai penjuru akan bahu-membahu memberikan pertolongan untuk kami yang sedang dilanda musibah. Soon, setelah rangkaian-rangkaian gempa susulan berakhir, kita semua akan bangkit lagi.

Suasana ketika itu memang jauh lebih mencekam dibanding sekarang. Satu bulan lebih seisi kota lumpuh karena listrik dan banyak fasilitas penting penyokong kehidupan tak dapat digunakan. Namun, jika dibandingkan, teror yang tercipta kali ini terasa sangat berbeda dengan teror yang kami rasakan saat itu; karena bukannya datang tiba-tiba dan segera menghilang, bencana kali ini justru datang secara perlahan dan semakin lama malah semakin tak jelas kapan usainya. Waktu berlalu dan grafik kecemasan dalam diri kita justru semakin meningkat, bukan sebaliknya. This is something serious, man!

Saya yakin bencana ini, sebagaimana bencana-bencana lainnya, akan segera berakhir cepat atau lambat. Untuk saat ini tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali berdoa dan melakukan apa yang sudah sepatutnya kita lakukan: main aman, meminimalisir risiko terjangkit wabah dengan cara berdiam diri di rumah sesuai anjuran pemerintah.

Lock down... tinggal sepuluh hari lagi...




Read More