Sunday, August 16, 2020

Pengusaha


Kalau mau jadi pengusaha, otak bener-bener harus 'jalan'. Tidak boleh pasif. Lihat saja ketika ada situasi pandemi macam sekarang ini; perekonomian lesu, daya beli merosot. Tentu saja pelaku bisnis menjadi salah satu pihak yang turut merasakan dampak negatif paling signifikan.

Sialnya, permasalahan tak berhenti pada persoalan turunnya daya beli masyarakat saja. Kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan pergerakan pun tentu saja punya andil dalam menambah kusut raut wajah para pebisnis. Bisa dikatakan, mereka yang belum go digital benar-benar terkena hempasan yang telak dengan diberlakukannya kebijakan ini. Jual-beli secara tradisional menjadi sulit bahkan mustahil untuk dilakukan.

Dalam situasi seperti ini, kadang saya merasa beruntung karena masih berada pada posisi karyawan. Ngga kebayang sih, kalau pandemi ini terjadi disaat saya sudah berstatus sebagai pengusaha. Lebih sadis lagi kalau timeline-nya berbarengan dengan momen pembangungan usaha tahap awal. Akar pohon yang ditanam belum kuat, eh malah diterjang badai. Kejiwaan saya mungkin bisa terganggu jika kejadiannya seperti itu. Hahaha. 

Bisa kita amati bahwa masalah terberat karyawan 'hanya' berkisar dari pemotongan upah hingga kehilangan pekerjaan, sedangkan masalah yang diderita pengusaha bisa sampai kepada tahap dimana mereka terpaksa kehilangan semua kekayaan yang pernah mereka miliki. Bukan rahasia jika sebagian besar perusahaan dan bahkan UMKM pun bergantung pada pembiayaan yang berasal dari utang. Pemasukan ngos-ngosan, sedangkan kewajiban masih jalan terus. Mampus ngga tuh? Bottom line: dibanding karyawan, pengusaha harus mampu untuk memutar otaknya dengan lebih keras. (Yaiyalah yewww).

Lanjut. Sebagai orang yang pernah (dan hingga detik ini masih) bercita-cita untuk menjadi pengusaha, situasi yang terjadi saat ini benar-benar harus saya jadikan pembelajaran. Saya harus mulai membiasakan diri untuk bersiap menghadapi hal-hal yang tak terduga. Meskipun kondisi sedang baik-baik saja, back up plan harus selalu ada. Optimis tentu saja boleh, wajib malah, tapi kemungkinan-kemungkinan terburuk juga harus selalu disiapkan skenarionya dan dicarikan jalan keluarnya. Kemampuan dalam mengelola krisis tentu saja akan meningkat jika kita sudah mempersiapkan diri terlebih dahulu sebelum krisis tersebut melanda.

Tapi itu sih baru bicara soal strategi bisnis ya. Masih seputar kemampuan intelegensi. Menurut saya yang lebih berat justru tantangan dari sisi psikologis. Mengelola stress mungkin malah lebih sulit dari mengelola cash flow. Sebut saja ketika seorang pengusaha dihadapkan pada kondisi dimana ia harus memecat karyawan yang sudah capek-capek dididik, bukan karena performa karyawan tersebut buruk, tapi karena kondisi keuangan yang sedang kacau. Bete ngga tuh? Even if they survive this crisis, they still have to recruit another employee dan lagi-lagi harus membangun loyalitas SDM, dari awal lagi.

Belum lagi beban moral yang mengikutinya, mengingat pemecatan tersebut akan membuat seorang ayah kehilangan penghasilan untuk memberi makan anak-istrinya. Wuih, surely it's not an easy decision to make. Mungkin ngga semua pengusaha juga sih yang akan merasakan perasaan ini, tapi pasti ada banyak juga yang punya nilai moral cukup bagus sehingga hal ini bisa menjadi pressure bagi mental mereka.

Lebih parahnya lagi, kondisi mental seseorang dapat memengaruhi kondisi fisik juga lho. Stress yang tidak mampu dikelola dengan baik bisa saja membuat seseorang menjadi kehilangan nafsu makan, sistem kekebalan tubuh menurun, dan lain sebagainya. Ujung-ujungnya, kelemahan seorang pengusaha di aspek psikologis bisa juga merembet ke aspek intelegensi yang kita bahas sebelumnya. Untuk memutar otak dengan baik tentu saja tubuh juga harus dalam kondisi prima.

Berat ya jadi pengusaha. Tapi mau tak mau, kesiapan fisik, mental, dan psikologis memang harus dimiliki setiap insan yang bercita-cita untuk masuk ke bidang tersebut. Susah untuk menilai aspek mana yang lebih penting untuk dimiliki, karena nyatanya semua aspek tersebut sangat essential. Yuk mari kita mulai berlatih mempertajam kemampuan-kemampuan penting tersebut, dimulai sedini mungkin, dimulai dari sekarang.



EmoticonEmoticon