Sunday, April 19, 2020

Catatan Hidup #8 Biaya Hidup di Malaysia


Wohoo.. tak terasa sudah hampir dua tahun saya menetap di Kuala Lumpur. Waktu berjalan begitu cepat, dan sepertinya dua tahun masih belum cukup bagi saya untuk menjelajahi semua seluk-beluk ibukota negara Malaysia ini.

Tapi tenang saja, artikel kali ini bukan bertujuan untuk mengulas Kuala Lumpur secara mendetail, saya hanya ingin berbagi pengalaman tentang biaya hidup rutin yang saya keluarkan semasa tinggal disini sejak pertengahan tahun 2018 hingga sekarang. Sekaligus nyatet buat diri sendiri sih, kenang-kenangan untuk dibaca di masa depan ketika inflasi sudah menggerus zaman.

Tempat tinggal

Oke mari kita mulai dari yang paling krusial yaitu biaya rumah. Untuk tempat tinggal, saya dan housemates menyewa sebuah unit di Residence 8 yang berisi 3 kamar tidur dan 4 kamar mandi.

Harga sewanya 1800RM (Ringgit Malaysia) per bulan, sudah fully furnished, jadi ngga ada lagi yang harus dibeli. Kompor, mesin cuci, kulkas, lemari, tempat tidur, dll semuanya sudah disediakan. Kami patungan sesuai ukuran kamar masing-masing. Yang kebagian master room tentu saja bayar lebih mahal daripada yang kebagian medium room dan small room.

Nah, yang sedikit harus diingatkan dalam pengeluaran poin ini adalah biaya deposit yang harus dibayarkan diawal. Berhubung biasanya saya cuma di kos-kosan yang tinggal bayar bulan pertama dan langsung boleh masuk, tentu saja saya kaget ketika harus disuruh bayar deposit yang jumlahnya tidak sedikit. Detail soal deposit yang harus dikeluarkan dan sebagainya bisa kalian baca di artikel yang ini: Catatan Hidup #5: Kerja di Malaysia .



Listrik, air, dan internet

Berdasarkan catatan saya, dalam dua tahun terakhir rata-rata biaya listrik yang kami keluarkan adalah sekitar 174RM per bulannya. Rekor paling rendah tercatat di pembayaran bulan Februari 2019 yaitu 79RM, dan rekor tertinggi di bulan Juli 2019 yaitu 287RM, anjay kzl kok mahal beut.

Untuk biaya listrik, konon kabarnya setiap area memiliki tarif yang berbeda-beda. Tergantung area tersebut adalah wilayah komersil atau bukan. Saya sendiri ngga tau tempat tinggal saya dikategorikan ke golongan mana. Jadi jangan jadikan informasi saya sebagai satu-satunya acuan ya.

Biaya air cukup amazing sih menurut saya. Murah. Dengan kondisi rumah dihuni tiga orang dan salah satu keran di dapur netes terus, kami hanya perlu mengeluarkan rata-rata 10.4RM per bulannya. Sama seperti listrik, konon kabarnya tarif air di Kuala Lumpur juga dibedakan berdasarkan areanya.

Untuk internet di rumah, kami menggunakan TM unifi yang 139RM per bulan. Setelah pajak jadi sekitar 147.35RM yang harus kami bayar. Lupa sih ini paket yang mana, yang jelas sudah include layanan tivi itu tuh, walaupun tidak semua channel bisa diakses. Bodo amat sih, jarang nonton tivi juga. Kecepatan internetnya kira-kira segini:


Biaya telpon seluler

Pas baru nyampe disini saya sempat menggunakan Umobile karena murah. Tapi ternyata sinyalnya cukup mengecewakan. Jadi saya beralih ke Digi. Untuk internet di Digi ini saya ambil paket yang 28RM per bulan, dikasih 4GB. Not bad, tapi not awesome juga. Provider lain saya ngga tau ya, orang-orang sih sering merekomendasikan Maxis. Silakan coba sendiri deh.

Biaya makan

Untuk biaya makan pasti amat sangat relatif ya, tergantung selera masing-masing, sukanya makan di pinggir jalan apa di restoran mewah. Kebetulan karena di area tempat saya tinggal ga ada restoran mewah, jadi biasanya saya makan di tempat yang murah-murah saja. (Alesan aja sih, kalau ada pun saya tetep bakal makan di tempat murah. Hehe. Irit bray.)

Opsi pertama ada restoran Ben Maju, salah satu rumah makan milik India yang muslim (restoran India muslim biasa disebut restoran mamak/mamak food disini) tempat saya biasanya membeli ayam goreng panas seharga 6RM per porsi (tanpa nasi). Kalau makan nasi goreng dan menu-menu lain seperti kari kambing, dll sekali makan abis sekitar 8-10RM lah. Tapi karena saya tidak terlalu suka masakan India, jadinya cuma sering makan ayam goreng panas disini.

Untungnya ada pilihan makan lain selain Ben Maju. Nyebrang dikit, ada ibu-ibu asal Jawa yang jualan ayam penyet, pecel lele, rawon, dan sejenisnya. Harga ayam penyet plus nasi sekitar 8RM, pecel lele sedikit lebih murah.

Nah favorit saya di sekitaran sini adalah Salwani Seafood (yang kemudian berganti nama jadi Kak Nah Tom Yam). Menu favorit saya adalah daging masak merah, harganya 5RM per porsi tanpa nasi. Entah kenapa kalau sup daging harganya lebih mahal dikit, 6RM. Nasi goreng dan sejenisnya sekitaran 6RM-10RM, masih sedikit lebih murah daripada nasi gorengnya Ben Maju, satu lagi alasan tambahan kenapa saya lebih suka kesini. Hehe.



Sayang sekali untuk menikmati makanan terenak di dunia (yaitu masakan Padang) saya harus menempuh perjalanan setidaknya 1 kilometer dari kediaman saya. Disini, dendeng satu porsinya dijual dengan harga 5RM, cukup murah jika dibandingkan dengan restoran Padang favorit saya di area Chowkit dan Kampung Baru yang menjual produk yang sama dengan harga 8RM/porsi. Itu semua harga tanpa nasi lho ya. Tapi harga memang ngga bohong sih. Bukan cuma kualitas tempat dan higienitas, kualitas rasanya pun juga berbeda.

Transportasi

Ada beberapa jenis transportasi umum yang sudah saya coba disini. Ada LRT, MRT, BRT, Monorail, Bus, dan juga KTM.

Favorit saya adalah MRT dan LRT. Nyaman banget dan armadanya banyak, jadi tidak harus menunggu lama. Biasanya saya naik LRT kalau mau ke rumah makan di Kampung Baru. Kalau dari KL Sentral itu cuma sekitar 4 stasiun, biayanya 1.9RM kalau pakai kartu Touch n Go dan 2.1RM kalau bayar cash.

Tentu saja LRT lebih mahal kalau dibandingkan dengan bus yang saya naiki sehari-hari untuk ke kantor. Dari Residence 8 ke KL Sentral itu cuma 1.5RM pakai kartu (2RM kalau bayar cash), padahal jarak tempuhnya 2x lebih jauh daripada KL sentral-Kampung Baru. 

Nah, kalau KTM itu adalah singkatan dari Keretapi Tanah Melayu. Cukup jelas dari namanya bahwa wujud transportasi umum yang satu ini adalah kereta api jadul yang gerbongnya banyak. Armadanya tentu tidak sebanyak LRT dan MRT maupun Monorail. Wilayah yang dijajal pun cukup luas, gerbongnya juga banyak banget jadi bisa ngangkut banyak orang dari seluruh penjuru negeri. Pernah nyoba ngantor pakai KTM, tapi sayangnya kereta tradisional ini jalannya lelet dan kalau ketinggalan satu kereta kita harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan kereta berikutnya. Biayanya juga tidak jauh beda dari biaya naik bus. Sedikit lebih mahal, tapi ngga kena macet.

Untuk mengecek tarif transportasi bisa di website resminya MyRapid.

Kayanya itu dulu deh untuk saat ini, kalau soal biaya belanja bulanan sih saya kurang tau karena hampir ngga pernah masak. Segitu dulu la ya?


EmoticonEmoticon