Setelah sekian lama blog saya yang satu ini tidak tersentuh, akhirnya pada Sabtu yang damai ini saya putuskan untuk menuliskan sebuah catatan hidup saya yang... mungkin tidak terlalu penting untuk disimak. Maka dari itu, saya ingatkan pada anda semua yang memiliki kegiatan lain yang lebih bermanfaat: bergegaslah meninggalkan halaman ini.
Tiga bulan menganggur
Sebagai seorang civitas academica yang sudah menamatkan pendidikan pada akhir Februari yang lalu, artinya pada saat saya menuliskan catatan ini saya sudah menganggur sekitar tiga bulan. Lebih dari tiga bulan malah, karena setelah saya kalkulasi kembali ternyata hari ini adalah hari ke-97 jika dihitung dari ‘the graduation day’. Huwalah... sembilan puluh tujuh hari tanpa menjalani rutinitas yang menyebalkan ternyata sama sekali tidak seindah yang saya bayangkan. Boring!Mungkin memang beginilah yang dirasakan oleh para pengangguran veteran. Sembilan puluh tujuh hari sih mungkin belum ada apa-apanya bagi mereka. Mungkin saya belum pantas untuk memaki dan mengutuk rasa bosan ini. Too soon, kid! Too soon...
Meskipun seandainya seluruh manusia di dunia ini setuju bahwa saya belum tau apa-apa perihal ‘rasa bosan menganggur’ tetap saja hal tersebut tidak akan menghentikan saya untuk terus menggerutu dalam tulisan ini. Benar, ada satu pokok permasalahan yang benar-benar mengganggu saya dan ingin saya sampaikan disini, yaitu terbuangnya waktu secara sia-sia.
Tidak seharusnya hari-hari yang begitu lapang waktu luangnya berlalu begitu saja. Ada yang salah disini. Dan pastinya, ini bukan salah orang lain. Kembali saya buka catatan kecil yang telah saya susun jauh-jauh hari sebelum saya resmi berstatus pengangguran. Wow, ternyata memang banyak rencana-rencana yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Kendalanya klasik sekali yaitu: ketidakdisiplinan.
Kesibukan atau murni kemalasan?
Dulunya, ada banyak hal yang terbengkalai saya pelajari karena kesibukan di kampus beserta godaan-godaan yang memang tak terelakkan seperti indahnya kegiatan hura-hura anak muda. Saya pikir semua kelalaian tersebut bisa saya tebus ketika saya berada di fase yang sekarang ini, fase nganggur. Itulah alasan sederhana mengapa saya menciptakan sebuah catatan yang berisi hal-hal yang harus saya lakukan pada saat saya memiliki waktu luang setelah tamat nantinya.Mungkin tidak semua yang saya tulis adalah hal-hal penting yang harus dipelajari. Sebut saja belajar berenang dan belajar nyetir. Dua kebutuhan tersebut sebenarnya sama sekali tidak mendesak, toh besar kemungkinan saya tidak akan menjadi seorang pelaut ataupun supir. Tapi ya... bicara tentang 97 hari yang terbuang, bukankah seharusnya saya sudah bisa nyetir kalau setidaknya saya latihan dua kali seminggu? Harusnya malah udah jago, karena sebenarnya saya cuma butuh sedikit polesan lagi. Tapi pada nyatanya? Nihil.
Belum lagi jika kita membahas hal-hal yang sedikit lebih serius yang sebenarnya mungkin saja bisa berguna buat kehidupan saya di masa depan. Bahasa inggris contohnya. Apapun profesi saya nantinya, saya berambisi untuk menguasai paling tidak bahasa asing yang satu ini. Dahulu mungkin mereka yang bisa bahasa inggris memiliki nilai tambah yang bisa meningkatkan nilai jual mereka, tapi saya yakin suatu saat akan tiba masanya dimana setiap individu wajib menguasai bahasa ini, sehingga mereka yang tidak memiliki kemampuan di bidang inilah yang nantinya malah diberi nilai minus. Saya harus bisa. Saya harus bisa! Tapi tanpa usaha? Tentu saja hanya akan menjadi mimpi di siang bolong. Lagi-lagi nihil.
Belajar saham juga mengalami nasib yang sama. Sejak mempelajari saham di bulan April tahun lalu, saya mulai menyadari bahwa saya memiliki ketertarikan yang cukup dalam pada topik yang satu ini. Saya menikmati pelajaran-pelajaran tentang saham yang saya dapatkan dari buku dan juga situs online bersangkutan. Tapi lagi-lagi terhambat karena memang kehidupan kampus dan hura-hura yang saya sudah saya ceritakan sebelumnya tidak gampang untuk dikesampingkan. Seharusnya ini menjadi momen untuk belajar saham lagi, melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda. Tapi lagi-lagi berujung pada penyesalan tentang waktu yang terbuang.
Kesal sekali rasanya. Semoga tulisan ini dapat mengingatkan saya kembali bahwa kelemahan terbesar yang saya miliki telah mengalahkan saya dengan telak dalam tiga bulan terakhir ini. Semoga belum terlambat untuk menyadarinya.
TAMAT
EmoticonEmoticon